PISK BIDANG SDA KUNJUNGI BENDUNGAN KARALLOE PELAJARI BENDUNGAN TIPE UMB/CFRD
Gowa (15/10) - Pemerintah perlu mempertimbangkan bendungan tipe Urugan Batu Membran Beton (UBM) atau Concrete Face Rockfill Dam (CFRD) sebagai pilihan dalam membangun bendungan, karena jika dibandingkan dengan bendungan urugan batu inti tanah (UBIT) bendungan tipe UMB memiliki beberapa keunggulan, baik dari segi biaya konstruksi yang lebih rendah, jangka waktu pelaksanaan yang lebih cepat, stabilitas yang lebih baik, serta tingkat ketinggian yang lebih besar.
Kesimpulan tersebut dikemukakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bendungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Muklisun, saat menerima kunjungan lapangan peserta pelatihan Pejabat Inti Satuan Kerja (PISK) bidang sumber daya air (SDA) di Bendungan Karalloe Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu (12/10).
Dalam paparannya, Muklisun menjelaskan, perkembangan pembangunan bendungan tipe UBM/CFRD saat ini sangat cepat. Terhitung sudah ada 219 bendungan tipe UMB di dunia, termasuk empat bendungan di Indonesia yang dibangun sejak 1997, yakni satu bendungan baru dan tiga bendungan yang saat ini sedang dalam pengerjaan. Tercatat bendungan tertinggi di dunia berada Dasxihia, China, dengan tinggi mencapai 247 meter. "Karena itu perlu dorongan kepada pemerintah, kepada para ahli bendungan, dan juga para konsultan desain agar dapat mempertimbangkan bendungan tipe UBM sebagai pilihan dalam membangun bendungan", ujarnya.
Bendungan tipe UBM atau CFRD merupakan salah satu tipe bendungan urugan yang berkembang cukup pesat di dunia. Bendungan UBM/CFRD awalnya dibangun di daerah pertambangan Sierra Nevada, California, USA pada 1850-an. Sampai tahun 1960 pembangunan bendungan tipe UBM dilakukan dengan menggunakan batu yang ditumpahkan (dumped rockfill). Meskipun lebih ekonomis dan aman, namun cara tersebut menyebabkan membran beton hulu mengalami kerusakan dan kebocoran yang disebabkan oleh kompresibilitas yang tinggi dari urugan batu. Pembangunan bendungan dengan cara itu hingga 1940-an dikenal sebagai periode awal dari UBM. Periode berikutnya sampai dengan 1970 dikenal sebagai periode transisi, dimana pengerjaannya dimulai dengan memadatkan urugan batu dengan menggunakan alat berat, termasuk mengadopsi plin beton horisontal sebagai pengganti paritan vertikal beton (concrete filled cutoff trench). Selanjutnya pada periode 1970 sampai sekarang disebut sebagai era modern, di mana tipe UBM dibangun dengan urugan batu yang dipadatkan dengan ketinggian di atas 100 m.
Kunjungan lapangan ke Bendungan Karalloe Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, dilakukan setelah peserta pelatihan melakukan kunjungan ke Laboratorium Bahan dan Material Balai Besar Pembangunan Jalan Nasional (BBPJN) XIII Makassar.
Abdul Hanan Ahmad, Widyaiswara yang mendampingi peserta pelatihan, menjelaskan tujuan kunjungan lapangan dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum kondisi lapangan secara nyata, khususnya dalam proyek bendungan, sehingga ada gambaran buat peserta pelatihan, mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga tahapan operasi dan pemeliharaan bendungan.
Pemilihan Bendungan Karalloe sebagai lokasi kunjungan itu sendiri, karena dinilai sangat cocok untuk kegiatan pelatihan PISK SDA, mengingat proyek pembangunan bendungan tersebut sedang dalam konstruksi, dengan pekerjaan yang beragam dan sangat kompleks, sehingga para peserta dapat melihat langsung proses pengerjaan bendungan secara detil.
Dari kunjungan lapangan peserta pelatihan PISK bidang SDA selanjutnya mengikuti seminar di Balai Diklat PUPR Wilayah VIII Makassar, Selasa (15/10) yang antara lain membahas hasil kunjungan lapangan. (Balai Makassar)