23 NOVEMBER 2024

|

23:45 WIB

DEWAN SENGKETA SEDERHANAKAN PROSES PENYELESAIAN SENGKETA

21 Oktober 2019  /   BPSDM Kementerian PUPR       2888

Surabaya (21/10) - Untuk meningkatkan pemahaman terhadap Dewan Sengketa sebagai solusi alternatif penyelesaian sengketa yang sekaligus berfungsi untuk mencegah dan menyelesaikan terjadinya sengketa, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengadakan Pelatihan Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi di Balai Diklat PUPR Wilayah V Surabaya, Senin (21/10).

Kementerian PUPR saat ini mulai melakukan penyelesaian sengketa kontrak kerja konstruksi dengan menggunakan Dewan Sengketa (Dispute Board) yang bertujuan untuk menyederhanakan proses agar mencapai hasil yang lebih cepat, murah, dan mengutamakan kesepakatan yang saling menguntungkan. 

Kepala Bidang Teknik Materi Konstruksi, Pusdiklat Sumber Daya Air (SDA) dan Konstruksi, Kementerian PUPR, Alfet Bahri, dalam pembukaan pelatihan, Senin (21/10) menjelaskan penyelesaian permasalahan kontrak kerja konstruksi melalui Dewan Sengketa mampu memberikan banyak manfaat, seperti menghemat waktu, biaya, dan bisa menjaga hubungan baik antara pengguna jasa dan penyedia jasa.

Seperti diketahui, dalam belanja infrastruktur setiap tahunnya Kementerian PUPR melaksanakan 10.000 hingga 11.000 paket pekerjaan, baik konstruksi maupun konsultansi, di bawah tanggung jawab 1.165 Satker dan 2.904 PPK yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Untuk bisa mewujudkan tertib penyelenggaraan konstruksi tersebut setiap pelaku konstruksi, baik pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi, harus menjalankan hak dan kewajibannya serta mematuhi peraturan perundang-undangan yang mencakup tertib sistem penyelenggaraan, memahami kontrak konstruksi, memenuhi penerapan keselamatan konstruksi dan penerapan manajemen mutu. 

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengatur penyelenggaraan jasa konstruksi, yang salah satu tujuannya adalah untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan jasa konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Hal tersebut juga secara otomatis meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2017 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia. Dengan demikian melalui terbitnya aturan tersebut diharapkan proses seleksi pemilihan penyedia jasa menghasilkan penyedia jasa yang memiliki kapasitas dan kinerja yang baik yang berdampak pada pekerjaan yang tepat mutu, tepat waktu dan tepat guna.

Sangat disadari, bahwa dalam pelaksanaan tertib penyelenggaraan konstruksi seringkali ditemui beberapa permasalahan yang berujung pada sengketa. Pasal 88 ayat 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 menjelaskan pilihan pertama penyelesaian sengketa kontrak kerja konstruksi, adalah musyawarah untuk mufakat baru kemudian dilanjutkan pada tahap penyelesaian sengketa yang terdiri dari mediasi, konsiliasi, dan arbitrasi.

Musyawarah untuk mencapai mufakat merupakan kunci agar terjadi hubungan baik antara penyedia jasa dan pengguna jasa konstruksi. Dan pemahaman tentang penyelesaian kontrak konstruksi inipun perlu diketahui oleh semua pihak, bukan hanya pihak kontraktor melainkan juga pihak pengguna dalam hal ini PPK dan Kasatker.

Dua tahap upaya penyelesaian sengketa, yaitu mediasi dan konsiliasi, dapat digantikan dengan Dewan Sengketa yang bertujuan untuk menyederhanakan proses agar mencapai hasil yang lebih cepat, murah dan mengutamakan kesepakatan yang saling menguntungkan. Penyelesaian permasalahan kontrak kerja konstruksi melalui Dewan Sengketa tersebut mampu memberikan banyak manfaat, seperti menghemat waktu, biaya, dan bisa menjaga hubungan baik antara pengguna jasa dan penyedia jasa. 

Pelatihan yang dilaksanakan secara e-learning itu berlangsung sejak 9 Oktober 2019. Dari 19 peserta yang dinyatakan lulus sebanyak 15 orang untuk selanjutnya bisa mengikuti kegiatan klasikal hingga 23 Oktober 2019 nanti.

Pelatihan dirancang secara khusus bagi setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) PUPR untuk mewujudkan terjaminnya kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam menjalankan hak dan kewajibannya, serta meningkatkan kepatuhan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. (Balai Surabaya)